Categories: ArtikelHeadline

4 Mitos Pendekatan Khusus antara Petani dan Perusahaan Roasting Kopi Indonesia

wartakopi.com – Jakarta. Penelitian yang didanai oleh Pusat Penelitian International Australia dari tahun 2008 – 2018 yang dikerjakan oleh para peneliti dari Universitas Sydbey dari Australia menemukan mitos bahwasannya ada pendekatan khusus (Hubungan) yang terjalin antara petani dan perusahaan roasting kopi di Indonesia.

Produsen kopi spesialti Indonesia terus berkembang, di tengah meningkatnya permintaan kopi berkualitas tinggi. 

Di Indonesia, kopi telah lama menjadi komoditi petani kecil. Mata rantai komoditas kopi Indonesia cukup panjang mulai dari memtik, memanggang hingga sampai di suguhkan menjadi suatu minuman.

Baca Juga : 4 Alasan Kenapa Kalian Lebih Baik Menyeduh Kopi Sendiri di Rumah

Untuk sampai menjadi produk kopi spesialti dengan kualitas tinggi ada pendekatan khusus (hubungan) antara petani kopi dan perusahaan roasting. 

Berdasarkan pengalaman peneliti selama di Indonesia mereka telah mengidentifikasi 9 mitos tersebut yang dipercaya masih memerlukan penelitian lanjutan untuk pengembangan petani dan roasting kopi dapat memenuhi espektasinya. Berikut ini 4 dari 9 mitos dari penelitian tersebut.

Belum Meningkatkan Sumber Pendapatan

Diperkirakan ada sekitar 2 juta kepala keluarga di Indonesia yang menanam kopi sebagai mata pencaharian pokok.

Diperkirakan ada sekitar 2 juta kepala keluarga di Indonesia yang menanam kopi sebagai mata pencaharian pokok dari sekian banyak mata pencaharian yang ada di Indonesia.

Meski demikian, tidak semuanya fokus ke hal tersebut. Ada beberapa diantaranya yang masih menjadikan sampingan karena masih ada sumber pendapatan lain yang dapat mereka kerjakan seperti produksi tanaman pangan atau produksi non pertanian lainnya.

Baca Juga : Selama Covid-19, Cupping Coffee Alami Perubahan dan Adaptasi

Untuk menjadikan kopi sebagai sumber pendapatan yang dapat diandalkan mereka harus meningkatkan volume produksi diiringi dengan peningkatan harga jual yang meningkat. 

Untuk mencapai ke hal tersebut, mereka membutuhkan tambahan seperti modal, SDM, serta tanah. Dengan hal tersebut, maka akan mampu meningkatkan mata pencaharian dan peluang penghasilan yang tinggi.

Akan tetapi para petani kopi lebih memilih investasi untuk menyekolahkan anak-anak mereka lebih tinggi agar dapat memperoleh pekerjaan di perkotaan sebagai modal masa depannya.

Petani kopi di Sumatera Utara misalnya, menanam kopi dipandang sebagai sumber penghasilan sampingan. Sebab menurut mereka kopi tidak dapat merubah penghasilan mereka lebih baik atau menjadikannya lebih kaya.

Dikendalikan Elit Lokal

Ternyata peningkatan kualitas kopi yang diiringi dengan modal tinggi menjadi risiko bagi si petani.

Seharusnya, ketika kopi memiliki kualitas tinggi maka pendapatan petani pun harus sebanding. Akan tetapi hal ini tidak selalu terjadi. Ternyata peningkatan kualitas kopi yang diiringi dengan modal tinggi menjadi risiko bagi si petani.

Ketika si petani menambah sumber SDM untuk memilah biji kopi berkualitas secara selektif dan manual, tenaga pengering dan penyimpan kopi, ternyata tidak sebanding lurus dengan harga kopi yang berkualitas.

Di Sulawesi, para peneliti menemukan bahwa ketika komunitas kopi mendapat harga yang lebih tinggi namun sering sia-sia. Ada yang salah dalam pengelolaan manajemen dalam komunitas tersebut sehingga dapat dikendalikan oleh elit local atau tengkulak.

Baca Juga : Di Masa Pandemi, Layanan Drive-Thru Coffee Sangat Penting

Itu sebabnya, peningkatan kualitas seringkali meningkatkan paparan risiko, karena petani akan menanggung biaya yang membengkak. Hal ini semakin diperparah ketika secara tak terduga adanya cuaca buruk yang dapat mempengaruhi kualitas kopi.

Alhasil, para petani harus menanggung biaya produksi yang hilang. Setrategi peningkatan kualitas tidak selamanya menguntungkan bagi para petani kopi di Indonesia.

Memotong Jalur Tengkulak

Salah satu cara agar petani mendapatkan harga yang tinggi dan mampu mensejahterakan mereka adalah dengan memotong jalur tengkulak.

Salah satu cara agar petani mendapatkan harga yang tinggi dan mampu mensejahterakan mereka adalah dengan memotong jalur tengkulak. Sebab tengkulak ini adalah penyedia jasa logistik, kontrol kualitas dan penyedian keuangan yang paling efisien. 

Sementara koperasi petani kopi yang menjadi perantara dengan perusahaan Hilir seperti eksportir atau perusahaan roasting belum bisa menggantikan posisi tengkulak sebagaimana terjadi di Sulawesi dan Flores.

Baca Juga : Cafec Meluncurkan Filter Kertas Khusus Hasil Roasting

Hal semacam ini pun merugikan bagi para pembeli karena akan menanggung biaya yang tinggi untuk transportasi dan kontrol kualitas. 

Akibat biaya transaksi yang lebih tinggi ternyata berdampak ke harga di tingkat petani kopi. Lebih lanjut lagi, para tengkulak ini seringkali melakukan fungsi penting lainnya seperti pemberian kredit dan penyediaan kebutuhan dasar yang susah diakses petani.

Dalam beberapa kasus di Indonesia, dengan memotong jalur perantara benar-benar akan memberikan harga terbaik bagi petani kopi.

Memproses Kopi Sama dengan Menambah Biaya

Untuk menghasilkan kopi berkualitas diperlukan tenaga sdm sendiri namun ini menambah biaya sendiri.

Secara umum, pengolahan kopi Arabika membutuhkan proses yang agak panjang mulai dari pulp, fermentasi, pencucian, pengeringan, pembersihan, sangrai, giling hinga menjadi minuman.

Hal semacam ini sebenarnya sangat lumrah dilakukan di tingkat petani. Namun tidak selalu menguntungkan mereka karena ada dua alasan. Pertama, seluruh proses tersebut membutuhkan biaya dan waktu, dan biaya ini kadang melebihi bujet yang mereka miliki.

Baca Juga : Pengen Jadi Home Brewer, Ini Alat Seduh Wajibnya

Kedua, harga yang diterima konsumen untuk kopi dengan kualitas tinggi pun menjadi lebih tinggi lagi. Sebagai contoh, para peneliti ini menemukan fakta bahwa petani kopi di Sulawesi yang menjual ceri segar ke pabrik yang memiliki prosedur kualiti kontrol yang baik harganya lebih tinggi.

Tapi, petani yang melakukan pemrosesan sendiri tanpa sistem kontrol yang ketat harganya akan murah. [*]

Fatoer Doang

Leave a Comment

Recent Posts

Ampas Kopi, Terbukti Efektif Basmi Jentik Nyamuk

WARTAKOPI.com – Jakarta. Nyamuk terus menjadi ancaman serius di Indonesia, terutama dengan meningkatnya kasus penyakit… Read More

3 weeks ago

Malam Puncak JICC 2024 Beri 10 Penghargaan di AKSI-SCAI Awards

WARTAKOPI.com – Jakarta. Jakarta International Coffee Conference (JICC) 2024 sukses diselenggarakan selama tiga hari penuh… Read More

4 weeks ago

Mandiri Jakarta Coffee Week Kembali Digelar Selebrasi Perkembangan Industri Kopi Spesialti Indonesia

WARTAKOPI.com – Jakarta. Mandiri presents Jakarta Coffee Week atau Jacoweek 2024, festival tahunan yang menjadi… Read More

4 weeks ago

Tiga Perempuan Pegiat Kopi di JICC 2024 Bahas Isu Industri Kopi dan Berkelanjutan

WARTAKOPI.com – Jakarta. Memasuki hari ke-2 penyelenggaraan, Rabu, (23/10/2024), Jakarta International Coffee Conference (JICC) menggelar… Read More

4 weeks ago

Jakarta International Coffee Conference 2024: Pusat Kolaborasi Industri Kopi Global

WARTAKOPI.com – Jakarta. Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Disparekraf) Provinsi DKI Jakarta kembali memberikan dukungan… Read More

1 month ago

Buka di Jakarta, Hario Cafe Tokyo Tawarkan Sensasi V60 Experience dan Bar Takeover

WARTAKOPI.com – Jakarta. Menandai grand opening Hario Cafe Tokyo di Jakarta, menggelar Bar Takeover Bersama… Read More

3 months ago