Klinik Kopi: Modal Sendiri VS Investor, Pilih Mana?
wartakopi.com – Yogyakarta. Semua orang saat ini pasti ingin memiliki bisnis sendiri. Terutama bisnis kopi yang kini berkembang bak jamur di musim penghujan.
Tapi banyak yang belum memahami bagaimana harus membangun dan mengenali bisnisnya.
Keinginan kuat untuk berbisnis di kedai kopi adalah bagus. Tapi sudah cukupkah capital-nya. Jika belum, pasti membutuhkan investor. Namun yakinkah, investor tersebut cocok dengan diri kita sendiri.
Perlu diketahui, bahwasannya sumber dana warung kopi yang paling penting adalah uang. Ada banyak warung kopi tumbuh karena dua hal. Uang sendiri (individu) atau uang investor (pemodal).
Keduanya seperti mata koin, ada sisi positif dan ada sisi negatif, tapi semua tergantung dengan individu tiap orang yg sangat beragam.
Investor
Namanya saja penanam modal, pengennya dapat untung lebih cepet. Syukur-syukur bisa balik modal lebih cepat dari perkiraan awal sebelum membuka warung.
Dengan investor cenderung mudah untuk pengadaan barang, mulai pembelian grinder, mesin roasting hingga membuka cabang dimana-mana. Kalo bisnisnya baik, dengan investor akan berkembang bahkan buka gerai lagi dan lagi.
Tapi jangan salah, ada yang kerja sama dengan investor malah seperti kerja rodi. Buka lebih lama atau kejar tayang buat balikin modal.
Kata kawan kami yang kerja dengan investor “Kerja dengan investor harus pandai-pandai mengatur waktu. Sebab, kalau tidak, kita berasa di kejar-kejar sama pekerjaan”.
Banyak juga yang bekerja dengan investor tidak bisa bertahan lama. Alasannya pun klasik. “Malas disuruh-suruh atau males kejar target. Yeelah, kalau tidak mau kerja disuruh-suruh, ya artinya bikin sendiri,” kata Bung sigit, kolega dari Klinik Kopi.
Tapi tidak sedikit pula yang bekerja dengan investor langgeng dan tahan lama. Tergantung individunya.
Warung Indie
warung indie, atau independent. Progress warung rumahan emang lambat, lebih dikelola secara personal. Warung indie tidak bisa disamakan dengan warung yang bekerja dengan investor. Contohnya Klinik Kopi dari Yogyakarta.
Pepeng, Founder Klinik Kopi mengungkapkan, yang dialami oleh Klinik Kopi adalah, harus disiplin dalam penempatan pos-pos keuangan warung. Tidak bisa sesukanya beli ini, beli itu lantaran warung lainnya juga beli (alat roasting misal).
Menahan, menabung untuk membuat bisnis ini tumbuh saja sudah cukup. Tidak berfikir untuk menjadi lebih besar dan besar lagi.
Warung indie juga banyak yang tutup, perkaranya simpel, hanya tidak bisa membagi pengeluaran mana kebutuhan dan mana keinginan.
Sebelum memulai segalanya, kenali dirimu, tipe yang mudah diatur atau tipe yang mengatur?
Cilakanya ketika investor yang biasanya suka ngatur, ketemu dengan orang yang sama-sama ngatur, bentrok, cerai lalu warung tutup. Yang tersisa hanya foto-foto di akun Instagram dan suatu penyesalan. [*/Klinik Kopi]