Menuju Ekosistem Kopi Indonesia yang Berkelanjutan
Kiranya pandangan dua orang pengusaha kopi tersebut perlu dibijaki dengan baik. Tidak perlu berbangga diri melihat penurunan produksi kopi di Brazil, Kolombia dan Vietnam. Hal ini mengingat dibandingkan dengan 3 negara tersebut, kopi Indonesia masih dihadapkan pada tantangan output yang lebih rendah.
Baca Juga : Apa Dampak Positifnya Cup of Excellence bagi Indonesia?
Produktivitas tahunan kopi Indonesia masih berkisar 800 kilogram per hektar. Bandingkan dengan Vietnam yang telah mencapai produktivitas 2,3 ton per hektar.
Kesempatan untuk Mempromosikan Kopi Seutuhnya
Lebih dari sekedar pandangan ekonomi, Bina Bektiati mengatakan bahwa kopi itu adalah anugerah, menciptakan suasana sosial. ”Ngumpul minum kopi saja sudah mengajak bersosialisasi”, kata penggiat lingkungan hidup dan penggemar kopi tersebut.
Ada beberapa isu terkait dengan kopi Indonesia yang bisa disampaikan secara ”one go”. Pertama, masyarakat harus bangga bahwa rasa kopi yang beragam. Dari ujung barat sampai ujung timur kopi Indonesia terdiri dari puluhan nama, sesuai dengan tempat kondisi masing-masing.
Baca Juga : Cup of Excellence, Ajang Prestisius bagi Petani Kopi Agar Mendapat Pengakuan Dunia
Kopi Indonesia itu menarik karena rasanya sangat beragam, yang disebut sebagai single origin. Arti single origin adalah tumbuh di tempat tertentu yang ketika dipindah ke tempat lain dia tidak akan sesuai. Jadi harus sesuai dengan ekosistemnya, tidak sekadar nama, tetapi rasa didefinisikan oleh ekosistem.
Kedua adalah terkait lokasi Indonesia, kita tinggal di suatu kepulauan. Tidak ada negara penanam kopi lainnya yang memiliki kepulauan, lokasi Brazil dan Kolombia itu saja di sebuah benua.