3 Tahap Timbulnya Budaya Mencecap Kopi di Dunia
wartakopi.com – Jakarta. Dalam suatu artikel yang dirilis latimes.com Trish Rothgeb, seorang yang berprofesi sebagai Barista selama 15 tahun dan tinggal di Oslo, menciptakan istilah “Gelombang Ketiga” pada tahun 2002 untuk mendefinisikan seluruh era dalam industri kopi.
Trish Rothgeb, dalam tulisan tersebut mengatakan, selama bekerja di kedai kopi di Skandinavia dan sekitarnya ia melihat masa awal menikmati secangkir kopi telah berbeda seperti sekarang.
Di California, Peet’s salah satu pemimpin kedai kopi di Berkeley, pada tahun 1960-an membuat suatu identitas sebagai tempat tujuan minum kopi. Yakni tempat dimana para pelanggan datang untuk menikmati secangkir kopi dan belajar tentang bisnis kopi. Akan tetapi di Oslo ada Barista muda yang fokus pada kualitas kopi.
Dari artikel Wrecking Ball Coffee Roasters di tahun 2002, Trish Rothgeb lantas mencoba mendefinisikan bahwa ada gelombang dalam dunia kopi. Yang kemudian lahirlah istilah third wave.
First Wave
Pada gelombang pertama atau first wave coffee, bermula pada tahun 1800-an. Saat itu kopi disuguhkan dengan harga yang terjangkau serta mudah penyajiannya. Pada masa ini memusatkan inovasi kemasan serta kepraktisan penyajian. Dalam bahasa singkatnya adalah kopi instan.
Ternyata, kopi instan ini mudah diterima masyarakat. Sebab tak membutuhkan perkakas yang banyak dan merepotkan. Bahkan, kopi instan pernah pula dipakai oleh serdadu perang dunia I di tahun 1917 sebagai minuman sehari-hari yang praktis.
Second Wave Coffee
Di gelombang kedua, justru kopi instan dianggap hal terburuk. Para penikmat kopi benar-benar menghendaki kopi yang nikmat serta mendapat pengetahuan tentang kopi yang sedang mereka cecap. Ini adalah kritik keras atas gelombang pertama sebagai penikmat kopi instan.
Di tahun 1960-an, barulah para penikmat kopi mengenal istilah-istilah dan penyajian minuman yang baru mereka kenal. Gelombang kedua juga turut mendorong bermunculannya kedai kopi atau coffee shop.
Dari masing-masing kedai kopi ini lah, mereka menawarkan varian minuman kopi baru seperti espresso, latte, cappuccino, frapucino, dan seterusnya.
Penikmat kopi yang semula senang menyeduh kopi instan di rumah atau di kantor mulai berangsur melipir ke kedai kopi.
Di kedai kopi ini penikmat kopi tak hanya sekedar menyambangi untuk kemudian mencecap kopi yang mereka pesan. Justru lebih jauh dari itu.
Mereka mendiskusikan banyak hal bersama teman sejawatnya baik terkait pekerjaan maupun obrolan lainnya.
Third Wave
Third wave coffe mulai popular pada awal tahun 2000-an. First wave dan second wave sebagai pemicunya sebab telah terpetakan budaya mencecap kopi di masyarakat dunia.
Kemunculan gelombang tiga ini ditandai dengan semakin tertariknya coffee lovers berkasta premium terhadap perjalanan kopi sejak di panen oleh petani hingga di suguhkan menjadi minuman yang bervariatif.
Penikmat kopi sudah mulai merasakan bahwa menikmati secangkir kopi itu memiliki culture experience yang panjang dan syarat makna.
Perjalanan yang dimaksudkan adalah dari mulai menanam, mengolah biji, roasting, serta cara membuat secangkir kopi menjadi minuman.
Fase selanjutnya adalah munculnya istilah origin. Suatu kata yang merujuk pada identitas daerah atau tempat jenis kopi tersebut berasal dan tumbuh.
Origin ini penting untuk diketahui agar setiap orang mengetahui kopi lebih detail dan spesifik. Sebab, suatu varietas kopi bila ditanam yang ditempat berbeda dapat melahirkan varietas citarasa baru.
Origin benar-benar memperhatikan kualitas dan rasa kopi secara detail dan mendalam. [*]