Menuju Ekosistem Kopi Indonesia yang Berkelanjutan
Ketiga, kita berada di garis khatulistiwa. Efek perubahan iklim tidak seberat daripada negara benua apalagi persis di garis katulistiwa.
Ini adalah kajian dari Springer Link: Gotz Schroth, Peter Laderach, Diana Sofia Clackburn Cuero, Jeffrey Neilson & Christian Bunn (“Winner or loser of climate change? A modeling study of current and future climatic suitability of Arabica coffee in Indonesia).
Baca Juga : Mengulik Potensi dan Perkembangan Kopi Spesialti di Mesir
Keempat, negara kita merupakan ring of fire. Empat kelebihan itu sudah sangat bisa mendefinisikan keelokan rasa kopi dan keberagamannya.
Berikutnya masih ada lagi ekosistem. Kopi berada ditengah makhluk lain di bumi termasuk pepohonan. Yang terpenting adalah bagaimana kita berpikir tentang struktur hulu kopi, yaitu tidak sekadar tentang produktivitasnya tetapi juga kelestarian, kesinambungan dan keberpihakan kepada petani.
Baca Juga : Meneguk Kejayaan Pangsa Pasar Kopi di Mesir, Indonesia Perlu Perkuat Kembali Rantai Pasokan Ekspor
Dengan demikian harus ada konsep struktur hulu yang memang lestari dan baik untuk bumi. Sisi hulu ini perlu kita perkuat lagi dengan pendidikan untuk petani. Termasuk teknologi dan ketelusurannya. Karena yang namanya kopi spesialti adalah dari hulu sampai hilir sudah harus kuat dan berkualitas (Ric Rhinehard, Director of the Specialty Coffee Association, 2017).
Kekuatan Indonesia pada story telling dimulai dengan konsep Coffee for Earth, kita bisa promosi dengan konsep Coffee for Earth Arround the World. Kita mempromosikan kelestarian kopi ke seluruh dunia dengan story telling yang kaya.